Pukul lima sore hari itu, dia sedang tidak ke mana-mana, di luar hujan turun seharian. Ponsel yang diletakkannya di meja sudut ruang keluarga berdering. Setengah berlari dia dari dapur, sambil menjaga agar secangkir kopi susu panas yang baru dia seduh tidak tumpah. Cangkir kopi ketiganya hari ini.
Panggilan dari Jakarta. “Halo?” Sapanya singkat.
Setelah beberapa kalimat pembuka, lelaki di ujung telepon mengabarkan bahwa cerita tentang perempuan dan kopi yang ditulisnya, membuatnya terpilih untuk ikut dalam perjalanan ke perkebunan dan salah satu pabrik kopi terbesar di negeri ini. Jantungnya seperti berhenti berdetak. Dia menahan diri supaya tidak menjerit kegirangan.
Sesudah telepon ditutup, dia tersenyum-senyum sambil menyesap kopi susu di tangannya yang sudah sedikit dingin. Jantungnya masih belum bisa ditenangkan. Pipinya memerah. Mau pergi ke kebun kopi senangnya seperti mau bertemu kekasih. Dia tak sabar lagi! Menuju Tanggamus
Pada hari yang sudah disepakati, berangkatlah dia menuju Lampung, tempat kebun dan pabrik kopi yang dituju berada. Lampung adalah provinsi penghasil kopi terbesar di Indonesia. Perjalanan darat dan laut selama total delapan jam dari ibukota Jakarta tidak menyurutkan sedikitpun semangatnya untuk apa yang sudah menunggunya esok hari.
Pagi-pagi, gerimis mengiringi keberangkatannya ke perkebunan kopi di kabupaten yang menjadi salah satu daerah penghasil kopi utama di Lampung, Kabupaten Tanggamus. Sebagian besar kopi yang dibudidayakan di Tanggamus adalah jenis Robusta. Robusta Tanggamus punya ciri khas yang membedakannya dengan kopi dari daerah lain. Kesuburan tanah Tanggamus dan pengelolaan yang dilakukan secara organik menjadi penentu kualitas Robusta yang dihasilkan dan membuat rasanya jadi khas.
Lelah perjalanan terbayar saat mobil yang ditumpanginya mulai memasuki kawasan perkebunan kopi. Matanya berbinar-binar menatap pepohonan kopi yang berjejer di sepanjang jalan, seperti menyambutnya datang. Tapi ternyata, dia tidak dibawa ke sembarang perkebunan. Kebun yang dia datangi adalah Education and Development Farm milik PT Nestlé Indonesia, produsen brand kopi legenda di dunia, Nescafé.
Kebun ini adalah salah satu bagian dari kampanye The Nescafé Plan yang digunakan sebagai sarana edukasi bagi 15.000 petani kopi binaan Nestlé di Tanggamus. Nescafé, yang 100% bahannya berasal dari biji kopi Indonesia yang dipasok dari petani kopi di Lampung, sudah lama menjalin kerjasama dengan para petani dengan cara melakukan pembinaan tata kelola kebun kopi yang baik untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas kopi.
Tiba-tiba dia menyadari satu hal, kalau ada yang sama seriusnya dalam mencintai kopi seperti dia, itu adalah Nescafé.
Dia bisa merasakan begitu seriusnya Nescafé, sebab sampai tahun 2014, Nescafé bahkan memberikan bantuan 1,2 juta bibit berkualitas kepada petani di Tanggamus, supaya bisa dipakai buat meremajakan kebun kopi milik petani. Sebab dia tahu, pohon kopi yang sudah terlalu tua, lama kelamaan akan menurun produktivitasnya dan juga mempengaruhi kualitas biji kopinya.
Nescafé mendatangkan bibit kopi langsung dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Nasional (Indonesian Coffe and Cocoa Research Institute/ICCRI) di Jember untuk menjamin kualitas bibit kopi yang baik untuk petani. Selain ke Education and Development Farm, dia juga diajak ke tempat kebun pembibitan sekaligus gudang salah satu Kelompok Usaha Bersama (KUB) di Air Naningan, Tanggamus. Di sana dia melihat langsung bagaimana proses persiapan bibit sebelum didistribusikan ke petani.
Begitu tiba di kebun pembibitan, dia bertemu dengan para pekerja yang saat itu sedang menyiapkan media penanaman bibit. Ibu-ibu anggota KUB sedang memasukkan campuran tanah, pasir, dan pupuk kompos ke dalam polybag, untuk kemudian ditata di bedengan. Bibit kopi Robusta dari ICCRI Jember datang dalam kemasan kardus yang dilindungi plastik dan kertas basah di dalamnya, supaya kualitas bibit tetap terjaga hingga sampai di Tanggamus. Bibit yang sudah dibuka dari plastik harus segera ditanam.
Setelah ditanam di masing-masing polybag di bedengan, bibit kemudian disiram lalu bedengan disungkup atau ditutup menggunakan plastik bening selama kurang lebih 21-30 hari. Setelah periode penyungkupan selesai, dilakukan proses pembelajaran pembukaan sungkup. Setiap hari sungkup akan dibuka mulai dari satu jam, kemudian esok harinya dua jam, demikian seterusnya sampai sungkup total dibuka.
Tiga puluh hari sesudah sungkup total dibuka, bibit bisa dinyatakan siap untuk didistribusikan ke petani. Petani binaan akan mengambil bibit tersebut untuk kemudian membawanya ke kebun masing-masing untuk ditanam.
Saat dia sedang serius mempelajari proses pembibitan, tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya. “Mau ngopi, mbak?” Tanya seorang bapak yang menyapanya sembari mengulurkan secangkir panas kopi hitam yang wanginya menggelitik. Tentu saja dia mau. Buru-buru dia mengangguk dan menyambut kopi dari tangan si bapak. Pak Eko, demikian beliau memperkenalkan diri. Beliau adalah salah satu petani yang menjadi penyuluh pertanian bagi petani-petani lain di KUB tersebut. “Pakai gula, mbak?” Dia menjawabnya dengan gelengan pelan sambil tersenyum. Dia tetap lebih suka kopi pahit tanpa gula.
Sementara dia sedang asik menikmati kopi yang sudah berpindah ke tangannya, Pak Eko bercerita tentang para petani di Tanggamus yang sangat bersyukur dengan adanya program The Nescafé Plan. Sebab selain mendapat bibit berkualitas secara gratis, mereka juga mendapat pengetahuan tentang tata kelola kebun kopi yang baik. Kata Pak Eko, hampir seluruh penduduk Tanggamus punya kebun kopi, baik kecil maupun besar. Jika musim panen tiba, di depan setiap rumah pasti ada jemuran kopi. Bahkan penduduk yang punya pekerjaan utama seperti misalnya pegawai atau wiraswasta, tetap berkebun di waktu-waktu luangnya, misalnya sore hari sepulang kerja atau di hari Sabtu dan Minggu.
“Jika hanya mengandalkan gaji kerja kantoran, kami tidak bisa merubuhkan rumah, Mbak.” Tutur Pak Eko yang hampir membuat dia tersedak.
Pak Eko tertawa sambil menjelaskan maksudnya. Para petani Tanggamus punya istilah yang unik yang disebut merubuhkan rumah. Yang artinya, kalau musim panen sukses, mereka bisa merubuhkan rumahnya, untuk kemudian diganti dengan bangunan rumah yang lebih bagus. Dari rumah papan menjadi rumah tembok, misalnya. Perempuan yang begitu menyukai kopi itu seketika ikut tertawa terbahak bersama Pak Eko.
Kata Pak Eko, sekali panen besar, per hektar kebun kopi bisa menghasilan sekitar 6 kuintal hingga 1 ton. Masuk akal memang, jika hasil panen berlimpah dan harga bagus, tentu uang yang didapat petani bisa jadi cukup untuk membangun rumah baru.
Selain menanam kopi sebagai tanaman pokok, petani juga menanam tanaman sela. Tanaman sela berfungsi sebagai cadangan sumber keuangan bagi petani. Jika hanya mengandalkan kopi yang panen besar satu tahun sekali di bulan April hingga Mei, petani akan kesulitan mengatur keuangan. Tanaman sela yang sering ditanam oleh petani antara lain adalah lada karena harga jualnya cenderung tinggi dan pisang yang bisa dipanen dua minggu sekali.
Pantas saja dia sedari tadi banyak melihat pohon lada merambati pohon-pohon tinggi di sekitar perkebunan kopi. “Lihat itu, mbak!” kata Pak Eko sambil menunjuk salah satu pohon lada di dekat mereka. Pohon lada yang ditunjuk sedang berbuah tetapi tidak banyak. Buah penyelang, menurut Pak Eko. Buah penyelang adalah buah yang dipanen sebelum panen raya. Berjarak sekitar 4 bulan dari panen raya. Buah penyelang ini sangat membantu perekonomian petani karena muncul di antara selang musim panen. Hasil panen kopi yang dihasilkan oleh petani sebagian besar dijual, tapi disisakan secukupnya untuk dikonsumsi pribadi dan keluarga. Kopi yang dijual kepada Nestlé untuk Nescafé harus berkualitas tinggi dan memenuhi persyaratan khusus, di antaranya kadar air tidak lebih dari 12% dan defect maximal 80.
Defect adalah cacat yang terdapat dalam biji kopi. Semakin banyak nilai cacatnya, mutu kopi akan semakin rendah dan jika kecil nilai cacatnya maka mutu kopi semakin baik. Penentu defect antara lain adalah, biji hitam, biji pecah, biji cokelat, kulit ari, dan benda asing seperti ranting, tanah, atau batu.
Penjelasan dari Pak Eko membuat perempuan yang baru saja menyelesaikan secangkir kopinya itu penasaran, bagaimana cara menghitung defect untuk mengetahui kualitas kopi terbaik. Tapi rasa penasaran itu tidak bertahan lama.
Hari itu mungkin hari keberuntungannya, sebab setelah dari kebun pembibitan kopi, dia diajak ke gudang untuk melihat pemrosesan kopi paska panen. Di sana, dia bertemu dengan Rani, perempuan di usia awal dua puluhan yang mengajarinya cara menghitung defect. Dia menyempatkan diri mengabadikan proses penghitungan defect kopi dalam bentuk video.
Dia kemudian mengikuti perjalanan biji kopi terbaik yang sudah lolos persyaratan kualitas, menuju ke pabrik yang berlokasi di Panjang, Lampung, untuk mulai diproses menjadi bubuk kopi instan Nescafé. Pabrik Nescafé di Panjang telah dibangun mulai tahun 1979 dan menjadi pusat produksi kopi instan dan kopi instan campuran (mixes).
Kopi yang dikirim oleh petani, dipilah dan diseleksi dahulu untuk memastikan biji-biji tersebut bersih dan tidak tercampur dengan benda-benda asing sehingga aman untuk diproses.
Setelah bersih, biji kopi akan masuk ke mesin untuk dipanggang (roast) dan digiling (grind).
Biji yang sudah digiling kemudian dipisahkan dengan ampasnya atau yang biasa disebut ekstraksi dengan menggunakan teknologi Enhanced Recovery Aroma (ERA). Teknologi ini mampu menangkap aroma kopi yang menguap selama proses pemanggangan dan penggilingan, kemudian menyimpannya sampai akhir proses pengolahan. Teknologi ERA juga dapat memasukkan kembali aroma kopi tersebut sebelum kopi cair diubah menjadi kopi bubuk.
“Ah, sekarang dia tak heran lagi, kenapa aroma Nescafé masih tercium kuat meskipun sudah mengalami berbagai proses pengolahan.”
Setelah diekstraksi, kopi yang sudah terpisah dari ampasnya masuk ke mesin spray-drying untuk diubah menjadi bubuk kopi instan.
Bubuk kopi instan Nescafé yang sudah siap, akan diproses untuk pengemasan.
Usai mengikuti perjalanan panjang kopi dari mulai kebun pembibitan, sampai hingga pengemasan selesai dan siap dipasarkan, dia merasa seperti ada yang kurang. Sementara dia sudah berkeliling di pabrik kopi seluas 85.000 m2 ini, dia malah belum mencicipi seteguk kopi pun. Tapi nasib baik memang sedang berpihak padanya. Rasa penasarannya tertuntaskan saat dia akhirnya diajak masuk ke ruang coffee tasting yang merupakan salah bagian dari pabrik Panjang. Girang bukan kepalang!
Di hadapannya, sudah berjajar aneka varian kopi Nescafé, mulai dari Classic hingga 3 in 1. Dengan bermodalkan dua sendok khusus berbentuk cekung, dia memulai petualangannya. Satu sendok dipakainya untuk mengambil kopi yang sudah diseduh, kemudian dituang ke sendok satu lagi untuk diminum.
Dia baru tahu, bahwa untuk meminum kopi dalam rangka coffee tasting, punya trik tersendiri. Kopi yang sudah dituang ke sendok, harus diisap dengan sekuat tenaga oleh mulut. Hal itu dilakukan untuk mengaktifkan seluruh syaraf lidah, mulai dari depan hingga paling belakang, di mana perasa pahit berada. Dengan teknik tasting seperti itu, rasa kopi yang masuk ke mulut dapat diidentifikasi dengan maksimal.
Nescafé sendiri punya standar coffee tasting untuk memastikan produk yang beredar di pasaran berkualitas tinggi. Biasanya satu sesi tasting diikuti oleh empat orang yang bertanggung jawab untuk mengecek apakah dalam produk yang dicoba mengandung rasa yang tidak sewajarnya. Keberuntungan perempuan itu ternyata belum selesai.
Berpindahlah dia ke ruang coffee tasting untuk mencoba kopi yang belum diproses menjadi kopi instan. Beberapa cawan bubuk kopi Arabika dan Robusta yang baru dipanggang dan digiling segera menyambutnya.
Dia mendekat untuk mencicipi kopi Arabika yang disajikan. Wangi Arabika yang lebih kuat dibanding Robusta menarik perhatiannya. Kopi jenis ini menjadi favorit di dunia karena rasanya yang cenderung ringan dan kadar kafein yang lebih rendah, tapi kopi ini lebih asam daripada Robusta.
Sesudah itu, dia menyesap sesendok Robusta. Rasanya seperti menyapa kawan lama, rasa yang sudah lama aku kenal, batinnya. Robusta punya rasa kopi yang lebih tebal dan cenderung tidak asam. Hal ini yang membuat kopi ini justru lebih populer di Indonesia, meskipun kandungan kafeinnya lebih tinggi dibanding Arabika.
Namun buat dia, mencintai kopi adalah perkara yang sederhana. Dia tak perlu banyak alasan untuk selalu jatuh cinta. Setelah perjalanannya usai, dia semakin jatuh cinta lagi. ~
Sembari menulis ulang ceritanya menyusuri jejak di balik secangkir kopi ini, dia duduk di sudut favorit di rumahnya, dengan secangkir kopi panas di sisi kiri laptopnya.
http://www.facebook.com/naishakid
http://www.twitter.com/naishakid
~
This post awarded as the winner of short story competition held by Nescafe Indonesia. Thank you!
Pertama, saya mengucapkan selamat untuk terpilihnya menjadi jawara @IniBaruHidup mbak.
Congrats!
Kedua, tulisan anda mengenai pengalaman di Nescafe sungguh sangat menarik dan memberi pengetahuan tentang gimana cara dari penanaman, penyeleksian, dan pengolahan kopi Nescafe itu sendiri.
Jujur, saya baru tahu kalau pengolahan kopi Nescafe benar-benar heiginis dan steril.
Ketiga, sekali lagi mbak @naishakid selamat! Terpilihnya menjadi jawara @IniBaruHidup Nescafe plus mendapatkan Samsung Galaxy Note 4.
Congrats, sister!
By @safiksi
Follow back mbak. Jika berkenan. Hehee..
Hai Mas Akbar,
Alhamdulillah, terima kasih :)
Saya juga baru tau kalo ternyata pengolahan kopi buat Nescafé sekeren itu :)
Terima kasih ya buat kunjungannya.
Salam,
Akid :)
Akiiid…lu emang pencinta kopi kelas kakap ! Tulisannya keren, sistematis, dan sekarang bikin gue pengen ngopi ! Congrat yaaak
Reeey… Thank you!
Jadi kangen ngopi bareng, nih. Kangen pagi-pagi ditanyain, “udah ngopi belom, Kid?” :D
Kereeen beud.. Jadi makin semangat aku belajar jadi penulis. Congrats ya mbak atas jawaranya.
Makasih! Tetap semangat! \o/
Hai mbak Akid… apa kabar? Sini, maen2 ke Puslit Kopi dan Kakao di Jember siniii… :D
Hai, adek supitem (suku pipi tembem) :p
Alhamdulillah kabar baik. Mau dong main ke Puslit situ, temenin yak! :D
Pingback: Kopi Nescafe Classic First Harvest