Footprint

Asiknya Traveling Sendiri. Episode: Mendadak Jadi Penduduk Lokal

Salah satu hal yang membuat saya suka sekali traveling sendirian adalah kemungkinan untuk bisa berinteraksi dengan penduduk lokal, atau orang lain jadi lebih mudah. Dengan pergi sendiri, kita secara tidak langsung ‘membuka’ kesempatan bagi orang lain untuk mendekati kita.

Kemungkinan orang lain untuk menyapa akan lebih terbuka daripada kalau kita pergi berombongan. Kalau meminjam istilah teman baik saya, orang jadi tidak segan menyapa karena dia nggak perlu merasa terintimidasi karena ‘menghadapi’ sekelompok orang asing sekaligus, dan berawal dari sebuah sapaan, bisa jadi berujung ke ‘sekadar’ pengetahuan baru, atau bahkan ‘persaudaraan’. Continue Reading

Share this:
Facebook Twitter Email Pinterest Tumblr
Footprint

Kirim Barang Dari Vietnam Ke Indonesia

Vietnam adalah negara kesukaan saya untuk traveling, negara yang saya bisa betah berlama-lama di sana. Salah satu alasannya adalah karena biaya hidup dan harga barang-barang yang cenderung lebih murah. Kurs mata uang Vietnam Dong terhadap USD berkisar di angka 22.500. Cukup lemah dibandingkan sama kurs 1 USD ke Rupiah yang ‘cuma’ sekitar 13.000.

Waktu itu pas baru sampai Hanoi, ibu kota Vietnam, saya sudah khilaf beli banyak barang. Padahal perjalanan masih panjang, dan saya nggak mungkin membawa semua barang itu bersama saya, karena biaya bagasi pesawat yang cukup mahal, dan yang paling utama sih karena males banget ribet bawa barang tambahan banyak. *mengingat saya traveling dua bulan bawanya carrier kecil 30L doang* Continue Reading

Share this:
Facebook Twitter Email Pinterest Tumblr
Footprint

Itinerary 2 Minggu di Myanmar

Berhubung paspor Indonesia sudah boleh masuk Myanmar tanpa perlu visa lagi selama 14 hari, jadi bagaimana cara memanfaatkannya? Enaknya ke mana saja di Myanmar selama 14 hari?

Mari kita ambil studi kasus itinerary yang pernah saya lakukan. Ini sebenarnya rute yang cukup mainstream dijalani. Myanmar adalah negara yang bentuk geografisnya memanjang dari utara ke selatan. *bentuk geografis itu apa*

Setiap kali traveling, saya sebisa mungkin menghindari perjalanan bolak-balik dengan rute yang sama. Supaya efektif dan nggak buang-buang waktu di jalan. Jadi itinerary saya di Myanmar dimulai dari Yangon – Nyaungshwe – Bagan – keluar di Mandalay. Continue Reading

Share this:
Facebook Twitter Email Pinterest Tumblr
Footprint

Mendadak saya punya ide buat bikin “sub-topik” WHAT IF di blog ini, yang kurang lebih isinya adalah solusi atas insiden-insiden yang pernah muncul saat saya traveling, yang mungkin juga akan kamu hadapi di kemudian hari.

Setuju nggak? Nggak setuju juga nggak papa sih, saya bakalan tetep bikin. Lha wong blog juga blog saya. *apaan sih Kid?*

This is the first!

WHAT IF…. YOUR PHONE OR CAMERA’S MEMORY CARD IS/ARE RUNNING OUT OF SPACE? Continue Reading

Share this:
Facebook Twitter Email Pinterest Tumblr
Footprint

How do you like Myanmar?

It’s impressive!

Saya adalah tipikal orang yang kalo jalan yang diperhatikan adalah peristiwa, orang, budaya lokal, makanan, baru soal tempat wisata mah belakangan.

Kenapa? Karena saya lebih suka mengapresiasi momen ketimbang hal-hal yang udah pasti. Saya percaya, setiap momen itu unik, dan TIDAK AKAN MUNGKIN PERNAH TERULANG LAGI. Konsep momen di kepala saya itu gabungan antara:

  1. Manusia. Siapa saja yang bersama kita ketika momen itu terjadi.
  2. Tempat. Di mana kita berada saat momen itu terjadi.
  3. Waktu. Kapan momen itu terjadi.
  4. Rasa. Apa yang kita rasakan saat momen itu terjadi.

Continue Reading

Share this:
Facebook Twitter Email Pinterest Tumblr