Mumble, Seriously Serious Thoughts

Seradikal apa hidupmu pernah berubah?

Pernahkah kamu merasa semua sudah lengkap tapi tidak tersusun tepat pada tempatnya?

Saya pernah, dan ini sebuah catatan hidup saya.

Pada akhirnya, pada sebuah titik, saya memutuskan untuk mengubah apa yang telah ada. Sebelum saya merasa terjebak di sana, selamanya. Mudah? Sama sekali tidak.

Kehilangan yang terlalu banyak untuk saya tanggung dalam waktu yang bersamaan. Hubungan enam tahun saya, teman-teman, dan hal yang mungkin selama sekian lama berani saya sebut sebagai kenyamanan.

Seperti layaknya patah tulang yang coba diluruskan oleh ahli pemijatan. Saya pernah menjerit sekerasnya. Menangis sampai air mata habis sampai pada titik yang saya sadari sebagai titik normal kaki saya. Pada titik saya mulai bisa berjalan dengan baik, tanpa merasai kesakitan dari apa yang telah saya lepaskan.

Move on? Entahlah. Tapi saya mulai merasa baik-baik saja.

~ Juli, 2012

Share this:
Facebook Twitter Email Pinterest Tumblr
Mumble, Seriously Serious Thoughts

jadi, tadi saya nggak sengaja terjebak percakapan dengan teman, topiknya, “kenapa pacaran bertahun-tahun bisa putus?”.

jangan deh dijawab klise, “ya kenapa nggak bisa?” basi!

seperti biasa, muncullah jawaban diplomatis nan teoritis dari saya, seperti ini: Continue Reading

Share this:
Facebook Twitter Email Pinterest Tumblr
Seriously Serious Thoughts

Tiba-tiba saya teringat sebuah kutipan yang populer:

Kesempatan tak datang dua kali.

Mungkin benar. Mungkin juga tidak. Kita bukan pemegang kitab catatan takdir. Tak tahu juga barangkali kelak Tuhan berbaik hati memberi dua kesempatan yang sama –atau mungkin lebih– dalam takdir kita.

Terlepas dari itu, menurut saya, tak setiap kesempatan haruslah diambil. Bahkan meskipun kita tahu, kecil sekali kesempatan itu akan terulang lagi. Tentu saja, penyesalan adalah resiko yang kemungkinan besar menyusul sesudahnya. Tapi saya punya keyakinan, Tuhan telah menyiapkan kesempatan lain untuk menggantikan kesempatan yang tidak kita ambil.

pohon keputusanSaya selalu membayangkan hidup saya seperti sebuah bagan besar, pohon keputusan. Setiap kecil keputusan yang saya ambil, berantai dan berpengaruh ke cabang di bawahnya, dan seterusnya.

Jadi buat saya, betul mungkin, kesempatan (yang sama) tidak datang dua kali. Tapi kesempatan lain (yang mungkin jauh lebih baik), selalu mengikuti keputusan kita untuk tidak mengambil kesempatan yang pertama.

(img courtesy of: thesonofdevil.wordpress.com)

Share this:
Facebook Twitter Email Pinterest Tumblr
Seriously Serious Thoughts

Tidak ada sesuatu yang mutlak di dunia ini. Kebenaran atau kesalahannya.

Setidaknya itu yang saya tanamkan pada diri saya sendiri.

Belakangan, saya mengamati banyak sekali seseorang yang melakukan hal-hal untuk membela sesuatu yang dianggapnya benar. Saya tidak merujuk kepada sebuah peristiwa tertentu, tapi memaparkan ini secara umum.

Fanatisme.

Untunglah (atau justru tidak untung), saya sejauh ini belum pernah mengalaminya. Terhadap sesuatu, seseorang, atau apapun. Bahkan, percayakah kalau saya bilang saya tidak punya idola?

Saya cenderung berjalan di tengah, tidak terlalu ke kanan, ataupun ke kiri. Penting itu untuk kewarasan jiwa saya.

Sementara yang saya lihat, ada saja yang mengagungkan sesuatu hal, sampai mengabaikan yang tak baik tentangnya. Segala yang berhubungan dengan hal itu, dianggap baik, dianggap benar, mengesampingkan yang buruk tentangnya.

Lebih jauh lagi, siapapun yang tak sependapat dengannya; tak menyukai hal itu, langsung saja diletakkan di posisi yang berseberangan; dianggap musuh. Ada juga kejadian, jika ada yang mengusik sesuatu atau seseorang yang diidolakan, yang bereaksi jauh lebih dulu adalah  para pencintanya, bukan sesuatu itu sendiri.

Berpikir subyektif.

Nah ini lagi yang sering terjadi. Ketika sesuatu dilihat dari siapa yang melakukan, bukan apa yang dilakukan. Ketika seseorang yang disuka melakukan atau membuat sesuatu, segera saja dipuja-puji. Sementara jika yang tak disuka yang melakukan sesuatu yang baik, ada saja alasan untuk menyudutkannya, hanya karena ketidaksukaannya.

Waras.

Sebut saya aneh atau apapun! Saya cenderung melihat sesuatu yang beda dari yang diperbincangkan orang-orang. Sesuatu yang dielu-elukan, saya cari jeleknya. Yang disudut-sudutkan, saya cari lurusnya; baiknya. Bukan untuk apa-apa, bukan untuk ditunjukkan kepada siapa-siapa juga. Hanya demi kewarasan saya sendiri. Mengetahui keburukan maupun kebaikan dari setiap hal dan menerimanya adalah inti.

Kamu fanatik terhadap sesuatu atau seseorang? Buka mata lebih lebar. Setidaknya, jadilah obyektif dalam menilai segala hal.

Share this:
Facebook Twitter Email Pinterest Tumblr