Wordplay

aku sekuat hati menahan pagi:
yang mataharinya terbit dari balik kelopak matamu
yang aku terbangun di hangat kedua lenganmu
dan kita seolah tak punya waktu selain pagi

tetapi ini adalah pagi seperti kemarin dan esok:
yang bahkan jika ia ingin tinggal pun
yang jika pun ia mau selamanya embun
tak akan pernah bisa

maka kusajikan sarapan untukmu:
setangkup tangan yang berdoa
untuk mimpi-mimpi yang kita tahu
hendak menjelma nanti di siang, atau senja

sebelum aku kembali pulang
pada wajahmu yang malam:
yang di antara sabit alismu
— terbit rembulan

~circa 2017

Share this:
Facebook Twitter Email Pinterest Tumblr
Wordplay

ia sudah tahu
jika hujan tiba
badai suka datang tiba-tiba

ia sudah tahu
ia cuma punya sekoci
dan sepasang dayung

tapi, ia mau pulang
ke lautan
lalu tenggelam

tapi, di luar hujan
ia lebih takut kehujanan
daripada tenggelam

Share this:
Facebook Twitter Email Pinterest Tumblr
Wordplay

Wangi kamboja kesukaanku. Familiar, seperti di kamar. Tapi bukan! Sebab orang-orang berbaju hitam, sisa gerimis, dan pohon kamboja sungguhan, perlahan tertangkap dari kedua kelopak mataku yang berat sekali terbuka. Dingin tanah menyergap ujung kakiku.

Ini pemakaman Ayah! Isak tangisku mendesak keluar. Sepasang tangan mengusap lembut rambutku, berusaha menenangkan. “Satia…” suara Bunda menarik sempurna ketidaksadaranku. Ranti, kakak perempuanku menyodorkan segelas air putih. Continue Reading

Share this:
Facebook Twitter Email Pinterest Tumblr
Alana Series, Wordplay

Letter #8

The Dysfunctional Conversation

 

I want to see every full moon, from every place you travel, with your eyes.

 

It has been eight months now.
Three thousand miles away from our hometown.

From you.

Here I am, sitting on the front porch stairs.
Keeping a promise I once made.
To tell the story of every full moon.

To you.

# Continue Reading

Share this:
Facebook Twitter Email Pinterest Tumblr
Wordplay

:)

“Gue ga percaya ada cowok baik yang segitu sayang sama ceweknya. Yang kayak gitu cuma ada di film cinta-cintaan doang, ya kan, Bay? Hahaha.”

Dia tertawa getir. Meneguk minuman dari gelas keempat di tangannya. Sekali lagi aku menemaninya. Menemani patah hatinya. Continue Reading

Share this:
Facebook Twitter Email Pinterest Tumblr