Wordplay

Aku ingat betul, tepat satu tahun yang lalu, entah mengapa aku tiba-tiba ingin mengirimkan pesan “selamat ulang tahun” kepadamu. Kita sudah saling kenal cukup lama waktu itu, tetapi tidak begitu akrab dan tidak terlalu sering bertukar sapa.

Lalu setelah pesan itu, entah mengapa pula, aku merasa ingin menceritakan banyak hal kepadamu. Membagi banyak sekali kegelisahan yang saat itu aku rasakan. Aku pun ingat betul, kamu waktu itu, menyangka aku sedang galau sebab patah hati. Padahal bukan.

Setelah beberapa kali percakapan panjang, kamu mulai menangkap bahwa kecewa dan patah hatiku adalah pada kehidupan. Kegelisahan terbesarku tentang menjadi manusia dan pilihan-pilihan hidup.

Sejak saat itu, kamu menjadi orang yang seperti laut bagiku, menerima dan membantuku menelan semua kebingungan. Kamu tidak pernah menggurui. Kamu, lebih seperti teman belajar yang men(y)enangkan. Pelajaran tentang perjalanan, tentang agama, tentang membaca pertanda semesta, tentang hidup seiring embus angin. Continue Reading

Share this:
Facebook Twitter Email Pinterest Tumblr
Wordplay

Coffee Shop at Arashiyama, 2014
a Coffee Shop at Arashiyama, January 2014

Perempuan itu duduk sendiri di meja paling sudut kedai kopi milikku ini. Hampir selalu begitu. Kegiatan yang dia lakukan hanya dua, jika sedang tidak menulis, dia pasti membaca. Sesekali dia duduk di depan meja barista. Mengajakku membicarakan perihal kopi atau sekadar cuaca hari ini.

Pertama kali dia datang, kurang lebih dua puluh lima hari yang lalu, dia menjelaskan pesanannya secara rinci. Yang dia pesan hanya antara dua pilihan, jika bukan kopi susu dengan komposisi susu yang sedikit sekali, dia pasti memesan kopi hitam saja. Tanpa gula. Continue Reading

Share this:
Facebook Twitter Email Pinterest Tumblr
Wordplay

Untuk: Tuan yang duduk di tepi jendela [2]

Bukan salah saya atau Anda, jika kita baru bertemu ketika Anda sedang patah hati dan saya sedang tidak percaya cinta lagi.

Yang saya selalu percaya, pertemuan kita sama dengan semua perjumpaan apapun dan siapapun di semesta, tidak terlambat, tidak juga terlampau cepat.

Hingga kelak kita tahu apakah kita sama-sama saling menjadi obat, atau bahwa kita ialah sekadar persimpangan takdir sesaat.

Hingga kelak itu tiba, terima kasih sudah membuka jendela untuk saya dan membagi sedikit luka. Terima kasih telah membagi kita saat ini, kita yang hanya mampu saling menghibur dan menyamankan diri. Menjaga diri saya dan Anda dari saling melukai.

Share this:
Facebook Twitter Email Pinterest Tumblr
Wordplay

Now tell me, how do you like your coffee?

Saya akan bercerita tentang seorang perempuan yang menghidupkan seorang tokoh, lelaki, di kepalanya, selama satu dasawarsa. Lelaki dari masa remajanya. Lelaki yang tidak diizinkannya untuk tiada.

Setiap hari, dia terbangun pagi, menjerang air untuk kopi, lalu duduk di tepi jendela dan mengingat cara lelaki itu menyeduh. Mengingat setiap percakapan mereka tentang bagaimana lelaki itu menikmati kopi, yang pada suatu hari dilanjutkan dengan pertanyaan kepada perempuan itu, “So, how do you like your coffee?” Continue Reading

Share this:
Facebook Twitter Email Pinterest Tumblr