Footprint

Yangon, Myanmar. First Attempt.

Saya selalu percaya, ada orang-orang baik di mana pun kita berada, bahkan di perjalanan, atau di tempat yang sama sekali asing untuk kita. Saya juga percaya, pikiran positif akan menebar energi positif yang akan menarik energi positif lainnya. Jadi saya paling males buat mikir yang buruk-buruk, terutama kalo lagi ‘di jalan’.

Paska kejadian nyaris tertahan di bandara KLIA2, Kuala Lumpur karena insiden tidak punya visa Myanmar dan ‘dipaksa’ beli tiket keluar Myanmar saat itu juga, akhirnya saya berhasil boarding pesawat, menuju Yangon! Yay!

Di pesawat, ada dua hal yang saya khawatirin. Pertama, takut bermasalah di imigrasi Yangon. Kedua, malem-malem dari bandara Yangon ke downtown naik apa. Tapi berhubung ngantuk banget, saya memutuskan buat tidur aja.

Menjelang landing, pramugari ngasih form clearance imigrasi Myanmar, tapi pulpen saya di carrier. Males dong ngambil, jadinya minjem sama mbak sebelah.

Karena peristiwa minjem pulpen ini, ngobrol lah saya sama mbaknya yang ternyata anak asli Myanmar tapi kuliah di Kuala Lumpur. Dia nanya saya traveling sama siapa, dalam rangka apa, berapa lama di Myanmar, and so on and so forth.

Trus dia ngasih beberapa saran, tapi highlight-nya adalah dia mengkhawatirkan kerudung yang saya pakai. Terutama karena saya bilang saya mau ke Bagan, yang notabene bisa disebut sebagai ‘pusat’-nya masyarakat Buddha di Myanmar, dan mengingat konflik Muslim dan Buddha yang sempat panas, dan saya sendirian, dan saya perempuan.

Surprisingly, mbak ini ternyata juga muslim, dan dia kalau di Kuala Lumpur pakai kerudung juga, tapi setiap pulang ke Myanmar, dia pakai kerudungnya model turban, atau pakai beanie atau topi kupluk lucu gitu. *harus banget Kid disebut lucu?*

Jadi dia menyarankan saya supaya, at least, enggak tampil terlalu menyolok, atau menarik perhatian, atau pake gamis kebesaran *gamis minjem gitu?*, atau pake kostum ondel-ondel, atau badut. *tuh kan mulai ngaco* Ya intinya for my own safety, gitu deh :)

Trus abis ngasih saya wejangan, dia nanya saya nginep di mana, dari bandara naik apa, dan ujung-ujungnya, dia bilang, “My Dad will pick me up. We can drive you to your hotel.”

Ah, tuh kan! Makin yakin kalo muka saya pas traveling emang kayak karung beras, suka ada aja orang yang kalo liat bawaannya pengin ngangkut. Harusnya naik pesawat juga saya masuk bagian kargo, ya? *zakatin diri sendiri*

Singkat kata singkat cerita *ah elah sis daritadi itu udah panjang banget loh*, first attempt saya di Yangon sungguhlah mulus. Karena ternyata, bahkan di imigrasi pun saya ga ditanya apa-apa. Boro-boro nanyain tiket keluar Myanmar, disapa sepatah kata sama petugas imigrasinya pun enggak. Cuma diambil paspornya, dicap, dikasih balik. Udah. Gitu doang. YA ALLAH SEDIH. Iya, sedih sama kelakuan petugas on-ground yang meni kekeuh maksa saya beli tiket keluar Myanmar :'( *terus aja itu yang dibahas*

Udah gitu dianterin kan jadinya sama mbaknya yang tadi *oh iya namanya Susan* sampe ke hotel. Tukeran nomor WhatsApp, tukeran kartu nama, dikasih susu dingin di mobil *lah*

Dan terkaget-kagetlah saya karena di Myanmar, khususnya Yangon, mobil-mobil itu posisi setirnya di kanan, tapi jalannya juga di sisi kanan jalan. Semacam wagu dan orang-orang yang clumsy-nya suka nggak ketolongan kayak saya ini jadi lebih rawan ketabrak. *embracing diri sendiri*

Share this:
Facebook Twitter Email Pinterest Tumblr

2 Comments to “Yangon, Myanmar. First Attempt.”

  1. Hi akid..
    Salam kenal yaa, saya vemmy. Blog nya bagus bgt sis, kebetulan aq juga mau solo trip keliling myanmar, laos, vietnam, kamboja.. bisa minta saran itinerary? Mumpung AA lgi promo free seat mau utak atik jalur udara dan darat yg paling hemat, aq Start dari jakarta.

    Terima kasih yaa sebelumnya.

    Reply

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.