Footprint

a quick escape – cilegon, lampung

23 oktober 2010 – 18.00

Entah apa yang ada di pikiran saya saat mendadak mengirim pesan singkat ke sahabat saya, Andri, yang tinggal di Cilegon, Banten.

“Kalo aku berangkat ke situ sekarang, jam berapa ya sampai di situ?”

Berawal dari pesan tersebut, berangkatlah saya dari kos di daerah Mampang sekitar pukul 19.00, menggunakan taksi ke arah Rumah Sakit Harapan Kita. Untuk selanjutnya menumpang bus antar kota ke Cilegon.

Nekat saja, seperti biasa. Berbekal pesan-pesan pendek dari Andri tentang rute yang harus saya tempuh. Seingat saya waktu itu isi otak saya terlalu penuh oleh masalah yang sekarang sudah tak berhasil saya ingat. Hehehe, short term memory lost.

Waktu itu adalah kali pertama saya menginjakkan kaki di kota bernama Cilegon, sudah menjelang pukul 21.30 dan dalam kondisi mengenaskan. Kelaparan, lebih tepatnya. Langsung saja saya (yang sudah bertemu dengan Andri) melipir ke gerai makanan cepat saji 24 jam, yang tak lain tak bukan adalah KFC… *hening*

Segera setelah perut terisi sayap-sayap ayam goreng dan sekepal besar nasi, kami menuju ke mess tempat Andri tinggal. Tak banyak kegiatan malam itu. Hanya obrolan curahan hati dan selintas rencana besok mau ke mana.

24 Oktober 2010 – pagi

Terbangun dihadapi pertanyaan: mau ke mana? Pilihannya adalah Anyer atau……Lampung.

Lampung, yuk! Seru saya kegilaan. Maksud saya, sudah kabur ke Cilegon, sekalian saja gila. Sekalian saja, ke Lampung. Cantik-cantik begini *hening*, saya belum pernah sekalipun menjejak di tanah Andalas, alias pulau Sumatera. *silakan tampar*

Rembuk punya rembuk, beberapa teman Andri ternyata mau ikut juga. Jadilah kami berenam, termasuk satu guide, pacar tersayangnya Andri, sebut saja namanya Kak Nunu, nama sebenarnya *hening* menuju ke pelabuhan Merak.

Sudah hampir tengah hari ketika kapal beranjak dari pelabuhan Merak, mengarungi Selat Sunda. Saya yang jarang sekali naik kapal, lompat-lompat kegirangan. Lompat di dek saja, ga sampai nyemplung ke laut kok. *kenapa enggak?*

Setengah jam… sejam… saya mulai bosan. Mata menerawang ke lautan yang seperti tak bertepi. Mulai galau. Mulai ngantuk. Mulai berencana tidur. Sampai tiba-tiba saya menemukan sesuatu di tengah laut lepas. Bukan! Bukan ikan duyung kalau itu yang ada dalam bayanganmu. Bukan juga harta karun yang mengapung. *oke stop* Tapi sekawanan ikan lumba-lumba yang berenang berlompatan dengan lucunya. Tak lama. Setelah itu mereka hilang.

Dan saya bosan lagi.

Melamun lagi.

Sudah hampir dua jam terapung-apung di lautan, gerimis turun setetes dua tetes. Kami berlarian turun ke dek bawah. Akhirnya saya benar-benar tidur di situ.

Terbangun. Dan belum menjumpai daratan pula. Ada yang aneh.

Ternyata kapal masih dalam antrean untuk merapat ke dermaga pelabuhan Bakauheni. Perjalanan yang seharusnya hanya dua sampai tiga jampun menjadi terulur hingga empat setengah jam. Muka sudah kusut, tenaga nyaris habis, semangat merosot sudah ketika akhirnya kami menginjak tanah Andalas. 16.30!

Sejujurnya, kami…oke, ganti saja dengan saya, tak punya tujuan ke Lampung. Namanya saja perjalanan tak terencana, ditambah lagi, harus kembali ke Jakarta malam itu juga. Jadi ya, kira-kira ada waktu sekitar dua atau tiga jam di Lampung. Tidak mungkin juga untuk menuju obyek-obyek wisata, dan diperburuk oleh hujan yang dengan senang hati menyambut.

Jadilah kami terburu-buru ke rumah paman Kak Nunu yang berjarak hanya sekitar 2 km dari pelabuhan.  Lalu menuju ke Menara Siger yang tak jauh dari kediaman beliau. Menara Siger ini konon adalah lambang Provinsi Lampung yang bentuknya diadaptasi dari mahkota tradisional Lampung.

Tak lama di Menara Siger. Setelah berfoto-foto di bawah rintik hujan, kami kembali ke rumah paman Kak Nunu untuk istirahat sebentar kemudian langsung ke pelabuhan Bakauheni. Perjalanan kembali ke tanah Jawa tidak terlalu banyak cerita. Dengan sebuah buku di tangan, saya tidur-tiduran di geladak sampai benar-benar ketiduran. Menyimpan energi untuk besok, Senin pagi dan rutinitas kerja seperti biasa.

Kapal merapat di pelabuhan Merak lepas tengah malam. Setelah mengambil barang-barang yang tertinggal di mess Andri, langsung diantar Kak Nunu mencari bus tujuan kembali ke Jakarta.

25 Oktober 2010

Senin pagi, sudah nyaris subuh saat saya akhirnya tiba di kamar kos.

Perjalanan yang entah tujuannya apa, tapi bagi saya, perjalanan  itu lebih tentang apa yang saya alami di sepanjangnya. Bukan harus tentang tujuannya.

Sampai jumpa lagi, Cilegon, Lampung! :)

Share this:
Facebook Twitter Email Pinterest Tumblr

3 Comments to “a quick escape – cilegon, lampung”

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.