Wordplay

Rindu ialah tentang kau yang lebih memilih diselimut kabut dan aku yang menyandarkan keluh kepada angin.

Tiba-tiba kau begitu diam sementara aku tahu-tahu sudah begitu jauh.

Lalu, rindu juga tentang sekadar lambaian tangan yang tidak sempat dan janji pertemuan yang belum sempat dibuat.

Jika ada kelak, aku mau datang saat kau sudah lelap, memberimu satu pelukan yang esok paginya menjelma kekosongan yang kau rindukan.

Share this:
Facebook Twitter Email Pinterest Tumblr
Wordplay

Kepada Tuan yang duduk di tepi jendela.

Kepada Tuan yang duduk di tepi jendela.
Kepada Tuan yang duduk di tepi jendela.

Apa saya pernah bercerita kepada Anda tentang semesta yang menata kebetulan demi kebetulan di hidup saya menjadi serangkaian panjang kesengajaan?

Ah! Sepertinya belum, ya, Tuan?

Bagaimana mungkin pernah, kalau waktu-waktu temu lebih banyak kita habiskan dalam percakapan-percakapan diam? Continue Reading

Share this:
Facebook Twitter Email Pinterest Tumblr
Mumble, Wordplay

Saya mulai menghafal kebiasaannya.

Sebelum matahari terbit…

Dia terjaga dari mimpi yang biasanya langsung dia lupakan saat itu juga. Menyapa dirinya sendiri dari cermin sambil merapikan rambutnya yang berantakan sekadarnya pakai tangan. Berjalan ke dapurnya yang mungil untuk menjerang air dan menyeduh satu setengah sendok kopi hitam, tanpa gula. Membawanya ke depan jendela tempat dia menunggu matahari terbit. Lalu diam mendengarkan musik akustik yang memenuhi seluruh ruangan. Dia suka uring-uringan kalau salah satu dari rangkaian kebiasaannya itu terlewatkan. Continue Reading

Share this:
Facebook Twitter Email Pinterest Tumblr
Wordplay

Minggu pagi. Langit masih muram sebab hujan belum menunjukkan tanda akan berhenti dari semalam. Lilac mengerlingkan matanya ke arah dinding bertekstur bata merah di sisi kanannya. Baru pukul sembilan.

Diaduknya perlahan secangkir hangat teh melati yang wanginya bersaing dengan roti panggang untuk menguasai ruangan. Kemudian ditariknya satu dari dua kursi yang semula berhadapan hanya terpisah meja makan di dapur kecil miliknya, tepat ke depan jendela.

Lilac sangat suka duduk berlama-lama menatapi bulir-bulir hujan membasahi kaca yang di depannya terdapat sederet pot-pot bunga aneka warna yang ditanamnya. Saat hujan deras sampai dingin membuat kaca-kaca jendelanya berembun, Lilac mengambil sumpit dari ujung meja, dan menulis sebaris pendek puisi di situ. Puisi yang selalu hanya untuk satu orang. Continue Reading

Share this:
Facebook Twitter Email Pinterest Tumblr
Wordplay

bagiku, engkaulah penantian yg tersimpan
sebuah ceruk takdir yg selalu hadir
bukan aku memintanya, bukan
kadang Tuhan memang bermain dengan perasaan

rasa itu, adalah penantian yg tersimpan
aku tak pernah mencari
namun dia muncul sendiri
kadang Tuhan memang bermain dengan hati

bintang itu, sebuah penantian yg tersimpan
mengerlipkan harapan dan angan
menunggunya jatuh untuk berdoa
kadang Tuhan memang mengabulkannya

kita, akhir penantian yg tersimpan
bukan untuk sekarang
mungkin adalah rahasia kehidupan
kadang Tuhan memang menyimpan yg terbaik belakangan

bagiku, rasa itu, bintang itu, kita adalah penantian yang tersimpan

Share this:
Facebook Twitter Email Pinterest Tumblr